Minggu, 25 Desember 2011

KULIAH DI RADAR MALANG


            Kuliah yang begitu bermakna adalah ketika kita dapat memperoleh ilmu yang berharga dan pengalaman yang berkesan. Bermakna artinya ilmu yang kita dapat bukan hanya mampu kita lalui sebagai syarat menempuh SKS saja tetapi juga kita bisa meperoleh ilmu yang sangat berguna untuk kita gunakan hari ini, esok dan selamanya. Tidak hanya itu kuliah yang memacu kreativitas bidang tulis menulis ini adalah mata kuliah Pendidikan Jurnalistik yang di tempuh di semester akhir atau semester tujuh.
            Pengalaman yang di dapat dari matakuliah ini antara lain kunjungan ke lokasi-lokasi tempat tulisan di tumpuk sebelum turun ke tangan pembaca. Tempat itu merupakan kantor Radar Malang. Di sana kami diberi banyak penjelasan terkait dengan system redaksional radar Malang dan tentang jurnalistik. Pak Khoirul Anwar selaku dosen mata kuliah sekaligus sebagai pimpinan redaksi Radar Malang mengenalkan banyak hal mengenai bagaimana proses membuat tulisan yang layak muat di media-media pers. Beliau juga mengaitkan teori yang sudah didapatkan di kelas dengan praktek seorang jurnalis. Dalam menuliskan berita seorang wartawan harus menggunakan kunci W4H (what, who, when, why dan how) sebagai kesempurnaan dari berita yang di tulis.
Selain itu  Beberapa pak Anwar juga memberikan sedikit penjelasan tentang redactor, dan juga mengenalkan pada seorang rekan memegang bidang layout mengenai fungsi dan tugas dari masing-masing.
Mengingat catatan yang telah ditulis di kelas Pendidikan Jurnalistik, bahwasnya  tugas dari jurnalistik adalah:
1.   Mencari
2.   Memperoleh
3.   Memiliki
4.   Menyimpan
5.   Mengolah
6.   Menyimpan data

Seorang reporter dalam melakukan wawancara hendaknya melakukan proses komunikasi selaku makhlik sosial. Wawancara dilakukan dengan tujuan menggali fakta-fakta dengan:
1.   Menggali opini (point of view)
2.   Konfirmasi penyeimbang (cover both side)
3.   Menciptakan gaya tulisan berita/naskah
4.   Meningkatkan citra pribadi reporter dan media
            Tugas-tugas tersebut dilakukan berdasarkan teknis dilakukan dengan:
1.      Wawancara spontan
2.      Konferensi pers
3.      Perjanjian
4.      Via telepon
            Sedangkan yang non teknis dengan:
1.      Memahami persoalan yang dibahas
2.      Memahami pengetahuan mengenai profil nara sumber
3.      Mengadakan perjanjian (lokasi, durasi, tujuan)
4.      Jadi pendengar yang baik, tidak gampang menyanggah
          Dari proses yang sangat teknis itu maka seorang reporter dapat melaporkan
hasil wawancaranya pada media cetak, seperti di radar malang ini.
Radar Malang memiliki 6 pos wartawan yang memiliki bidang masing-masing, yaitu:
·         Tentang politik
·         Tentang olahraga
·         Tentang pemkot
·         Tentang hukum
·         Tentang pendidikan
·         Tentang kesehatan
            System redaksional Radar Malang bekerja  nonstop 24 jam, diawali dari pekerjaan para wartawan yang mengumpulkan berita. Setiap wartawan  membawa lima berita setiap harinya untuk diserahkan pada tim lay out untuk di edit laporan beritanaya.  Dalam Aturan lay out pemilihan berita dipilih berdsarkan Headline yang paling menarik dan isi yang paling berbobot, serta  teras, dan box. Kemudian berita yang telah terpilih untuk di terbitkan  siap dilayangkan kepada distributor  untuk di edarkan kepada masyarakat pembaca.
            Dalam sehari Radar Malang mencetak koran rata-rata 10 halaman. Dalam menyusun jurnal Koran stacknews dianggap lebih utama dari pada depnews meskipun konsumen lebih senang membaca depnews dari pada stracknews. Stracknews berisi berita yang sangat penting yang tidak pernah terulang kembali. dan depnews biasanya menceritakan tentang profil seseorang tokoh yang menarik untuk diketahui beritanya.
             Berita dalam bentuk Koran-koran yang telah disalurkan kepada distribusi yang tidak habis,  maka dapat dikmbalikan kepada pihak Radar Malang untuk didaur ulang kembali, pendauran ulang ini maksimal dua kali daur ulang bisa digunakan.
            Pendapatan dana Radar Malang ini, tentunya tidak lepas dari pemasukan biaya iklan. Baik iklan berupa lowongan kerja, penjualan barang-barang, ikaln pemerintah dan propaganda-propoganda lain seputar kepentingan umum maupun pribadi. Tarif pemasangan iklan biasanya mengikuti permintaan pelanggan yang sudah biasa pasang iklan. Sedangkan Pendapatan kedua dari hasil penjualaan Koran per hari.
            Kode etik jurnalistik yang telah diatur dalam undang-undang jurnalistik  harus dipatuhi seorang jurnalis. Dalam melaksanakan fungsi, hak kewajiban, dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang. Karena itu pers dituntut professional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat. Kode etik jurnalistik adalah sbb:
  1. Jurnalis wajib melindungi nara sumber yang jati dirinya tidak mau diketahui.
  2. Jurnalistik wajib menerima hak tolak
  3. Jurnalistik wajib melindungi anak-anak dibawah umur 18 tahun ke atas.
  4. Jurnalistik tidak boleh menulis tidak berimbang (menulis kepada 1 pihak)
  5. Jurnalistik tidak bolh plagiyat (mengkopy)
  6. Jurnalistik tidak bleh menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap
  7. Jurnalistik tidak boleh menyiarkan berita berdasarkan prasangkaatas diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacatjiwa atau cacat jasmani.
  8. Jurnalistik menghargai hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan public.
  9. Jurnalistik segera mencabut, meralat, memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.
  10. Jurnalistik melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.


TUGAS KULIAH PENDIDIKAN JURNALISTIK


A.    Sejarah Pers Indonesia
Sejarah Pers Kolonial
Pers Kolonial adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Belanda di Indonesia pada masa kolonial/penjajahan. Pers kolonial meliputi surat kabar, majalah, dan koran berbahasa Belanda, daerah atau Indonesia yang bertujuan membela kepentingan kaum kolonialis Belanda.
Sejarah Pers China
Pers Cina adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Cina di Indonesia. Pers Cina meliputi koran-koran, majalah dalam bahasa Cina, Indonesia atau Belanda yang diterbitkan oleh golongan penduduk keturunan Cina.
Sejarah Pers Nasional
Pers Nasional adalah pers yang diusahakan oleh orang-orang Indonesia terutama orang-orang pergerakan dan diperuntukkan bagi orang Indonesia. Pers ini bertujuan memperjuangkan hak-hak bangsa Indonesia di masa penjajahan. Tirtohadisorejo atau Raden Djokomono, pendiri surat kabar mingguan Medan Priyayi yang sejak 1910 berkembang menjadi harian, dianggap sebagai tokoh pemrakarsa pers Nasional

Perkembangan Pers Nasional
Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang
1.      Zaman Belanda
            Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland.
            Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
            Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah Bintang Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret Melayudan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo
2.      Zaman Jepang
            Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni Domei.
            Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.

Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia
            Fungsi dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial . Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
            Berdasarkan fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat demokrasi( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers, jakob oetama , kebebsan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
            Albert Camus, novelis terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat buruk, namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah, pers melakukan kritik dan koreksi terhadap segal sesuatu yang menrutnya tidak beres dalam segala persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan hah-hal yang slah daripada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan ketinggalan jaman.Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai kesulitan.

B.     Sejarah Jurnalstik Indonesia
sejarah Perkembangan jurnalistik di Indonesia juga tidak luput dari pengaruh jurnalistik Sejarah Jurnalistik Indonesia Sebagai ‘anjing’ pengawas kekuasaan, perkembangan jurnalistik di Indonesia selalu berkaitan erat dengan pemerintahan dan gejolak politik yang terjadi.
Cerita sejarah jurnalistik Indonesia mulai merebak  pada masa pergerakan. Berdasarkan sejarah, jurnalistik Indonesia dibagi menjadi 3 golongan.
1.      Pers Kolonial
Sejarah jurnalistik Indonesia pertama dimulai oleh orang-orang Belanda. Saat itu dibangun sebuah persatuan jurnalistik. Persatuan jurnalistik tersebut dikenal juga dengan istilah Pers Kolonial. Pers Kolonial merupakan pers yang dibangun oleh orang-orang Belanda di Indonesia. Pada Abad ke-18, muncul surat kabar berama Bataviasche Nouvellesd. Sejak saat itu bermunculan surat kabar dengan bahasa Belanda yang isinya bertujuan untuk membela kaum kolonialis.
2.      Pers Cina
Berkembangnya dunia jurnalistik di Indonesia juga taklepas dari pengaruh orang-orang Cina. Sejarah jurnalistik Indonesia yang berhubungan dengan kaum dataran Cina ini dimulai dari kemunculan surat kabar yang dibuat oleh orang-orang Cina. Media ini dibuat sebagai media pemersatu keturunan Tionghoa di Indonesia.
3.      Pers Nasional
Sejarah jurnalistik Indonesia yang sesungguhnya dimulai saat gerakan Pers Nasional muncul pada abad ke-20 di Bandung dengan nama Medan Priayi. Media yang dibuat oleh Tirto Hadisuryo atau Raden Djikomono, diperuntukan sebagai alat perjuangan pergerakan kemerdekaan. Tirto Hadisuryo akhirnya dianggap sebagai pelopor peletak dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia. Sejarah Jurnalistik Indonesia – Dari Penguasa hingga IndustriSejarah jurnalistik Indonesia menjadi tonggak berkembangnya Pers Indonesia itu sendiri. Terlebih setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mulailah bermunculan berbagai surat kabar baru. Jika dilihat berdasarkan situasi politik dan pemerintahan yang terjadi sejak kemerdekaan hingga saat ini, pers di Indonesia mengalami beberapa fase sebagai berikut.
a.        Pers sebagai Alat Perjuangan
Sejarah jurnalistik Indonesia terus bergulir.  Setelah reformasi, pers dibutuhkan sebagai alat pemersatu bangsa. Dari tahun 1945 hingga 1950 masih ada pergolakan untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Fungsi pers di sini sebagai pemberi informasi dan sebagai alat provokasi untuk mengajak rakyat agar mau berjuang bersama. Beberapa surat kabar yang ada saat itu adalah Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Surat kabar tersebut menjadi saksi bisu cerita sejarah jurnalistik Indonesia.

b.      Pers Partisipan (Pers sebagai Alat Politik)
Pada 1950 -1960, setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, pergolakan politik di dalam negara pun mulai terjadi. Pers di Indonesia mulai terjebak menjadi media politik. Surat kabar menjadi alat propaganda tiap partai politik. Tiap-tiap surat kabar menjadi alat untuk menjatuhkan partai lain sehingga situasi negara semakin panas dan menjadi kacau. Tahun-tahun ini menjadi tahun penuh cerita dramatis dalam perjalanan sejarah jurnalistik Indonesia.Di masa Orde Baru, pers dengan adanya penggabungan beberapa partai politik membuat hubungan antara pers dan partai politik saat itu menjadi putus. Pers menjadi lebih independen dan tidak terpengaruh dalam hal pemberitaan. Ketika itulah pers mulai berani sebagai alat kritik pemerintahan. Untuk itu, Presiden Soeharto langsung melakukan tindakan pembekuan terhadap pers yang berani melakukan kritik terhadap pemerintah. Sejak saat itu, pers seperti ketakuatan. Informasi yang diberikan sangat sempit cakupannya. Tidak ada yang berani menentang penguasa saat itu. Sejarah jurnalistik Indonesia memang benar-benar memaparkan cerita-cerita menarik bagi warga jurnalisme itu sendiri.
c.        Pers sebagai Alat Pengawas Pemerintahan
Sejarah jurnalistik Indonesia tidak selamanya menyuguhkan cerita-cerita dramatis. Di tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai bangkit. Pers mulai berani bertindak sebagai alat pengawas pemerintahan. Kritik pun mulai berani dilancarkan, dan pers mulai menunjukkan taringnya. Maka tumbanglah rezim Soeharto di tahun 1998. Penyerahan jabatan kepada BJ Habibie disambut dengan suka cita. Departemen Penerangan mulai ditiadakan, sehingga pers mendapatkan kembali kebebasannya.
d.      Pers sebagai Industri
Masa-masa suram sejarah jurnalistik Indonesia perlahan mulai kembali cerah. Sejak tumbangnya Soeharto, hingga sekarang pers mulai bermunculan. Semakin banyaknya media massa ini tentu membuat mereka harus bersaing untuk tetap hidup dan mendapat perhatian masyarakat. Maka pers semakin kreatif dalam pengemasan informasinya. Tidak hanya pemberitaan tentang politik dan situasi negara saja, pers kini mulai memperhatikan keingintahuan masyarakat akan sebuah informasi, seperti musik, gaya hidup, kuliner, ekonomi dan lainnya. Pers kini sudah masuk dalam ranah industri. Perjalanan panjang dari sejarah jurnalistik Indonesia memang melahirkan banyak hal. Sebuah perjalanan panjang yang pada akhirnya membawa pers Indonesia dalam keadaan seperti sekarang ini. Beri rating untuk artikel di atas Buruk sekali Kurang Biasa Bagus Bagus sekali