Oleh: Ulil Hidayah
“Ketika bintang timur diwaktu subuh bersinar menerangi langkah manusia yang hendak melakukan aktivitasnya, dalam durasi beberapa menit matahari menggantikan sinarnya dengan panas yang menyengat”
Pernahkah kita menganalogikan sepanjang hari dalam sehari diibaratkan dengan keberadaan kita sepanjang hidup semenjak lahir ke dunia hingga ahkir meninggalkan dunia. Tanpa kita sadari ternyata waktu begitu cepat berlalu, jatah usia yang diberikan oleh Allah pun semakin berkurang. Ketika angka usia semakin bertambah, amal hidup juga makin banyak dan bervariasi antara amal kebaikan dan amla keburukan. Jika kita masih muda sering terbuai oleh hal-hal permainan dunia yang sifatnya menipu akankah diwaktu senja masih akan di sibukkan dengan hal yang demikian. Ketahuilah sesungguhnya dunia ini penuh dengan permainan yang menipu, banyak manusia yang tertipu oleh fatamorgana dunia yang sifat kesenangannya hanya sesaat. Semua manusia dimuka bumi ini ibarat sedang berakting diatas panggung sandiwara dunia melakoni perannya sesuai dengan profesi masing-masing, dan mereka semua berusaha menjadi artis terbaik dalam menjalankan skenario Tuhan, dengan peranannya masing-masing mereka juga akan dimintai pertanggungjawaban kelak dihadapan sang Khaliq.
Dalam satu detik merangkak menjadi menit kemudian bergerak terus hingga tahunpun berganti. Dalam kurun waktu yang begitu panjang ada waktu-waktu tertntu yang wajib diluangkan untuk beribadah menghadap sang Rabb, sedangkan diluar waktu itu sangat banyak peluang waktu yang bebas digunakan sesuai kemauan kita. Kemudian dalam waktu satu tahun lebih banyak manakah waktu terisi dengan ibadah atau kegiatan yang cuma-cuma dalam arti melakukan kegiatan yang tidak ada nilai manfaatnya. Bahkan yang lebih fatal lebih banyak diluangkan untuk hal-hal yang banyak mudhorotnya, seperti suka membicarakan keburukan orang lain, sering mengeluh terhadap ketentuan Allah, melalaikan tanggung jawab dan sifat-sifat tercela lainnya yang tanpa kita sadari sering melanda diri kita. Padahal kalau kita sadar hal yang demikian itu akan mengikis amal baik, maka tentunya kita akan merasakan penyesalan yang amat mendalam, oleh karena itu ketika penyakit hati mulai melanda dan mata mulai melihat kebrukan pada orang lain segeralah arahkan hati untuk mengontrol anggota tubuh agar menjaga diri dan selalu mengingat Allah.
Disaat momen tahun baru tiba, lakon manusia diatas duniapun turut memeriahkan malam perayaan untuk menyambut perubahan waktu. Kembang api yang dicuatkan dengan aneka model yang begitu menarik telah membut manusia gembira dan terbuai dengan pesta yang landasannya tidak terkait dalam syariat Islam, mereka merasa sekan letak kebahagiaan dunia benar-benar terasa ketika hura-hura dengan membakar uang, jalan berduaan dengan orang yang tidak halal baginya. Lantas masih belum sadarkah kalau sebenaranya momen tahun baru adalah sebuah cermin yang memperlihatkan gambaran hidup kita dihari kemarin, terasa menguntungkan, merugi atau tetap, dalam arti tidak bertamabah buruk dan tidak pula bertambah baik yakni tidak ada perubahan.
Motto hidup seseorang sering terdenagr “ Khoirunnas ‘anfauhum linnas” sebaik-baik manusia adalah bermanfaat bagi manusia lainnya. Sudahkah terealisir hadist tersebut, jika kita tidak mampu melakuaknnya paling tidak kita bisa bermanfaat untuk diri sendiri. Keadaan diri kita ini sangat membutuhkan perhatian, dalam kedisiplinan waktu, kesehatan dan perawatan diri perlu diperhatikan. Maka refleksi momen tahun baru bukanlah sebuah pesta kemeriahan yang menatap hidup ditahun baru dengan harapan yang sangat banyak, melainkan berakhirnya tahun kemarin dengan waktu yang telah kita habiskan dengan beragam aktiviatas yang tak mungikn terualang kembali. Dan apakah hasil yang kita peroleh selama waktu hidup dihari kemarin yang telah diluangkan. Memang terkadang kita belum sadar kalau waktu itu benar-benar berharga. Dan baru akan terasa ketika waktu sudah berlalu, dan demikianlah termasuk orang-orang yang rugi.
Bila bintang dipagi hari terasa dingin dan menenangkan jangalah terlalu terlena dengan keindahan itu, karena sesaat kemudian sinar mentari akan memancarkan teriknya untuk menantang hari yang lebih nyata. Dimana langit terus merangkak menuju malam hingga kegelapanpun menjelang. Ketika penat mulai menutupkan mata bekal yang telah diperjuangkan diwaktu pagi sampai sore sudah terikat rapat sebagai bekal istirahat yang panjang. Pagipun sudah berlalu dan senja mulai memanggil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar