Oleh: Ulil Hidayah
Mitos yang berkembang pada zaman nenek moyang dahulu adalah jawaban atas obyek rasa ingintahu terhadap fenomena alam yang terjadi pada saat itu. Pengetahuan yang mereka dapatkan secara empiris tidak dapat memuaskan rasa rasa ingin tahuanya dikarenakan perubahan alam dan perkembangan zamannya.
Dewasa ini kepercayaan yang tidak sesuai dengan logika tidak lagi diakui kebenarannya, namun sebagian mitos dari nenek moyang yang disampaikan dari mulut ke mulut masih ada yang menganggapnya sebagai keyakinan dan kepercayaan tertentu. Khususnya pada msyarakat yang jauh dari peradaban ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adanya asumsi terhadap misteri pada malam jumat dengan dugaan seseorang tidak akan berani atau tidak boleh keluar rumah pada malam jum’at ketika matahari sudah terbenam karena katanya banyak hantu berkeliaran. Atau adanya kepercayaan yang masih berkembang pada malam jum’at harus menyiapkan sesajen atau makanan kesukaan arwah leluhur yang sudah meninggal. Jika keyakinan-keyakinan semacam itu dilanggar, maka mereka mempunyai hukum bahwa arwah gentayangan, setan, dedemit dan bangsa sejenisnya akan datang mengganggu manusia di muka bumi ini.
Sebagai fungsi dari filsafat ilmu yakni mencari kebenaran terhadap masalah-masalah yang masih belum ditemukan kebijakan kebenatannya. Sebagai kajian menarik tentang adanya arwah gentayangan yang dikenal muncul pada malam jum’at adalah dugaan yang bersifat determinisme yakni hukum alam yang bersifat universal atau keumuman pada masyarakat tertentu. Untuk membuktikan kebenaran pilihannya adalah penafsiran secara probabilistik yakni suatu kejadian tertentu yang tidak memberikan pengetahuan secara mutlak.
Sedangkan ilmu pengetahuan itu sendiri berfungsi membentuk manusia dalam memecahkan kehidupan praktis sehari-hari, sebagai wujud adanya pengetahuan adalah adanya akal yang dapat berfilsafat mencari nilai-nilai kebenaran. Namun dengan akal saja tanpa dibenarkan dengan wahyu maka pencapaian kebenaran masih diragukan.
Jika dibuktikan secara ilmiah mitos-mitos adanya arwah gentayangan pada malam jum’at atau waktu-waktu tertentu tidak dpat dibenarkan, hanya sebagai dongeng belaka. Namun juga jawaban ini tidak akan diterima oleh masyarakat berfaham determinisme. Maka dari itu kacamata agama perlu bergerak untuk menyampaikan pengamatan yang sebenarnya. Dalam AlQur’an dijelaskan bahwa Allah memang menciptakan jin dan manusia, jadi keberadaannya memang ada. Lantas bagaimana penanggapan tentang gentayangan malam juma’t dari sudut pandang pengetahuan ilmiah dan agama?.
Disinilah saatnya mengulur waktu mundur untuk mengkaji sejarah perjalan nenek moyang masa lalu yang mayoritas masih beragama Hindu. Kemudian setelah Islam datang yang dibawa oleh para waliyullah dengan membawa wahyu Rasulullah para beliau menyebarka Islam secara perlahan-lahan dan tidak merubah tradisi orang-orang Hindu secara total. Para Wali hanya merubah niat dan tujuannya saja. Adanya tradisi sesajen untuk arwah leluhur para beliau mengarahkan untuk menguundang kerabat dan tetangga terdekat untuk membacakan do’a bersama pada arwah leluhur dan hidangannya di berikan pada para pembaca do’a sebagai shodaqohyang pahalanya juga dikirimkan pada leluhurnya. Dengan demikian tradisi sesajen berubah menjadi tahlilan meskipun sebagian orang berkeyakianan arwah leluhur akan datang tapi bukan untuk minta makan melainkan untuk dikirimi do’a.
Sedangakan mitos dilarang keluar rumah setelah maghrib jika dikaji secara logika memang tidak pantas keluyuran setelah maghrib, kecuali ada udur (kepentingan). Sebab dalam kajian kitab Islam juga dijelaskan bahwa catatan amal perbuatan manusia akan di angkat pada hari senin dan kamis sore, sehingga alangkah baiknya jika menjelang malam jum’at memperbanyak ibadah di rumah, karena menurut hadis Raulullah malam yang paling mulia adalah malam jum’at. Sehingga para ummatnya dianjurkan untuk banyak berbuat baik dan tidak dipergunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar